Penulis
Intisari-Online.com – Maria Isabel dari Braganza lahir pada 19 Mei 1797 sebagai putri dari John VI dari Portugal dan istrinya, Carlota Joaquina dari Spanyol.
Dia merupakan anak ketiga mereka, tetapi kakak laki-lakinya meninggal pada usia enam tahun.
Enam saudara kandung lainnya, menyusul meninggal kemudian, termasuk Peter IV dari Portugal dan I dari Brasil.
Pernikahan kedua orangtunya terkenal buruk, bahkan ibunya berusaha agar ayahnya dinyatakan gila, seperti neneknya Ratu Maria I.
Namun, dikatakan bahwa pasangan itu tetap ramah terhadap anak-anak mereka.
Pada tahun 1807, keluarga itu terpaksa melarikan diri ke Brasil saat Napoleon menyerbu Portugal.
Carlota mengirimkan putra sulungnya yang ketika itu masih hidup untuk bergabung dengan ayah dan neneknya di Principe Real.
Sedangkan dia dan anak-anak lainnya menaiki Affonso d’Albuquerque.
Namun kedatangannya di Rio de Janeiro sangat menyedihkan.
Carlota dan anak-anaknya dipaksa untuk mencukur rambut mereka dan mengenakan topi muslin putih saat mereka memasuki pelabuhan.
Tetapi, setidaknya mereka terbebas dari cengkeraman Napoleon, meskipun mereka harus hidup terpisah selama di pengasingan.
Carlota memuja putra keduanya yang masih hidup, Miguel, yang tinggal bersamanya.
Meski terpisah, dia dan suaminya tetap berkomunikasi melalui surat dan jarang bertemu selama empat tahun berikutnya.
Selama tinggal di Brasil ini, Maria Isabel dididik dengan cermat di bawah pengawasan ibunya dalam suasana liberal.
Maria Isabel dikenal adil, baik hati, namun tertutup, mirip dengan kepribadian ayahnya.
Pada 20 Maret 1816, Ratu Maria I meninggal, dan ayah Maria Isabel menjadi Raja Portugal dan Brasil.
Pada 29 September 1816, Maria Isabel menikahi pamannya dari pihak ibu, Raja Ferdinand VII dari Spanyol, yang usianya 13 tahun lebih tua darinya.
Istri pertama Raja Ferdinand VII adalah Maria Antonia dari Napoli dan Sisilia meninggal pada tahun 1806 tanpa memiliki anak, namun pernah mengalami dua kali keguguran.
Dengan cepat Maria Isabel hamil dan melahirkan seorang putri pada 21 Agustus 1817.
Namun, Maria Luisa Isabel kecil meninggal pada usia empat bulan pada 9 Januari 1818, melansir History of Royal Women.
Tidak lama kemudian, Maria Isabel hamil lagi dan melahirkan pada 26 Desember 1818.
Sayangnya, bayi dalam kandungannya itu berada dalam posisi sungsang, sehingga para dokter meyakini bahwa bayi itu telah meninggal, bahkan Maria Isabel dianggap mati juga.
Para dokter kemudian mulai melakukan operasi caesar untuk mengangkat janin yang mati.
Namun, Maria Isabel hidup kembali oleh rasa sakit dan mati beberapa jam kemudian dengan kesakitan yang luar biasa.
“Ketika mereka mengeluarkan bayi perempuan di dalam rahimnya, dia lahir tanpa kehidupan, namun sang ibu berteriak sedemikian rupa rupanya dia belum mati, seperti yang dipercayai dokter, yang membuat Maria Isabel menjadi toko daging yang mengerikan.”
Karena tidak meninggalkan pewaris takhta, Maria Isabel dimakamkan di Pantheon of the Princes, bukan Pantheon of the Kings, di biara El Escorial.
Selama masa jabatannya yang singkat sebagai Ratu, Maria Isabel berhasil meninggalkan warisan, yaitu mempromosikan pembuatan Museum Lukisan Kerajaan, yang sekarang dikenal sebagai museum Prado.
Lukisannya yang paling terkenal menunjukkan dia menunjuk ke arah museum.
Lukisan itu dibuat atas perintah suaminya sekitar sepuluh tahun setelah kematiannya.
Suaminya menikah dua kali lagi.
Istri keempat dan terakhirnya, Maria Christina dari Dua Sisilia memberinya dua putri, dan yang tertua menggantikannya sebagai Ratu Isabella II dari Spanyol.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari